Rambut mumi dari Kota San Pedro de Atacama, Cile, membuktikan bahwa orang-orang di wilayah ini memiliki perilaku mengkonsumsi nikotin sejak tahun 100 SM hingga 1450. Peneliti mengklaim bahwa konsumsi nikotin dilakukan oleh masyarakat luas terlepas dari status sosial maupun kekayaan.
Penemuan ini bisa mematahkan pandangan populer bahwa kelompok masyarakat yang hidup di wilayah ini merokok tembakau hanya untuk kebiasaan singkat sebelum mereka berpindah menghirup halusinogen. "Sekitar tahun 400 M, orang-orang di San Pedro de Atacama merokok tembakau dalam pipa. Kemudian setelah itu mereka secara bertahap beralih menghirup dimethyltryptamines di atas nampan," kata Hermann Niemeyer, penulis studi sekaligus ahli kimia di University of Chile, Santiago.
Praktek merokok dan menghirup halusinogen telah mengakar budaya pada masyarakat pra-Hispanik. Di wilayah selatan Andes, terdapat dua sumber tanaman senyawa halusinogen, yaitu nikotin pada tembakau yang mengandung nicotiana dan tryptamine pada spesies Anadenanthera.
"Temuan yang paling sering bahwa zat halusinogen terutama banyak digunakan oleh para dukun," kata Niemeyer. Para dukun terkadang menggunakan tanaman yang memiliki senyawa psikoaktif untuk berhubungan dengan para dewa dan roh pada upacara tradisional. Pada konsentrasi rendah, zat psikoaktif tersebut menjadi bahan untuk pengobatan penyakit seperti masalah tidur dan penyakit lainnya.
Untuk membuktikan penggunaan halusinogen di wilayah itu, Niemeyer dan rekannya, Javier Echeverria, menganalisis sampel rambut dari 56 mumi pada periode 100 SM sampai 1450 M. Rambut tersebut berada dalam kondisi baik.
Tim peneliti menemukan kandungan nikotin pada rambut 35 mumi yang mencakup berbagai macam tahun. "Temuan kandungan nikotin ini tak terduga," kata Niemeyer. Dalam catatan arkeologi, pipa rokok secara bertahap digantikan oleh nampan tembakau sekitar tahun 400 M. Studi sebelumnya ditemukan bukti nikotin berada dalam pipa rokok, tetapi bukan dalam bentuk bubuk hirup.
Tim tidak menemukan jejak alkaloid tryptamine dalam sampel rambut, meskipun ini bukan berarti masyarakat pada saat itu tidak mengkonsumsi senyawa tryptamine. "Saat Anda menghirup dimethyltryptamines, tubuh akan rusak terlebih dahulu sebelum pada akhirnya sampai ke folikel rambut," kata Niemeyer.
Penemuan ini bisa mematahkan pandangan populer bahwa kelompok masyarakat yang hidup di wilayah ini merokok tembakau hanya untuk kebiasaan singkat sebelum mereka berpindah menghirup halusinogen. "Sekitar tahun 400 M, orang-orang di San Pedro de Atacama merokok tembakau dalam pipa. Kemudian setelah itu mereka secara bertahap beralih menghirup dimethyltryptamines di atas nampan," kata Hermann Niemeyer, penulis studi sekaligus ahli kimia di University of Chile, Santiago.
Praktek merokok dan menghirup halusinogen telah mengakar budaya pada masyarakat pra-Hispanik. Di wilayah selatan Andes, terdapat dua sumber tanaman senyawa halusinogen, yaitu nikotin pada tembakau yang mengandung nicotiana dan tryptamine pada spesies Anadenanthera.
"Temuan yang paling sering bahwa zat halusinogen terutama banyak digunakan oleh para dukun," kata Niemeyer. Para dukun terkadang menggunakan tanaman yang memiliki senyawa psikoaktif untuk berhubungan dengan para dewa dan roh pada upacara tradisional. Pada konsentrasi rendah, zat psikoaktif tersebut menjadi bahan untuk pengobatan penyakit seperti masalah tidur dan penyakit lainnya.
Untuk membuktikan penggunaan halusinogen di wilayah itu, Niemeyer dan rekannya, Javier Echeverria, menganalisis sampel rambut dari 56 mumi pada periode 100 SM sampai 1450 M. Rambut tersebut berada dalam kondisi baik.
Tim peneliti menemukan kandungan nikotin pada rambut 35 mumi yang mencakup berbagai macam tahun. "Temuan kandungan nikotin ini tak terduga," kata Niemeyer. Dalam catatan arkeologi, pipa rokok secara bertahap digantikan oleh nampan tembakau sekitar tahun 400 M. Studi sebelumnya ditemukan bukti nikotin berada dalam pipa rokok, tetapi bukan dalam bentuk bubuk hirup.
Tim tidak menemukan jejak alkaloid tryptamine dalam sampel rambut, meskipun ini bukan berarti masyarakat pada saat itu tidak mengkonsumsi senyawa tryptamine. "Saat Anda menghirup dimethyltryptamines, tubuh akan rusak terlebih dahulu sebelum pada akhirnya sampai ke folikel rambut," kata Niemeyer.
Sumber : Tempoar