Peneliti Australia menemukan molekul pengontrol mutasi gen pada sel kanker. Molekul anti-kanker ini diuraikan oleh Professor Biologi Molekular University of Melbourne, Australia, Suzanne Cory.
"Pada dasarnya, dalam proses normal, sel ada saatnya harus mati dan ada saatnya harus tumbuh," ujar Cory dalam seminar di Kedutaan Besar Australia, Selasa, 11 Juni 2013. “Namun pada sel kanker, molekul pengontrol ini tidak bekerja.”
Cory yang juga Presiden Akademi Ilmu Pengetahuan Australia ini bersama timnya mencoba mengembangkan molekul pengontrol untuk gen kanker sejak tahun 1998. Dari hasil penelitiannya, Cory mengurangi mutasi gen kanker di limfosit atau darah, yang biasa terdapat pada pasien Leukimia.
Molekul ini membantu sel mati (apoptosis) dan tumbuh pada waktunya. "Jadi dalam keadaan normal, molekul ini bekerja sebagai ballance," ujar Professor Sangkot Marzuki, Presiden Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, pada kesempatan yang sama.
Molekul pengontrol yang merupakan molekul buatan atau sintetis ini, menurut Sangkot memberikan harapan bagi penderita kanker. Sebab penyuntikan molekul ini ke dalam sel yang memiliki gen kanker, akan menciptakan kontrol mekanisme yang baik terhadap mutasi sel. Organ akan tetap mengalami siklus pergantian dan pertumbuhan yang normal.
Sayangnya, molekul pengontrol gen kanker masih dalam uji coba tikus. Menurut Suzanne Cory, penyuntikkan molekul ini di limfosit tikus dan memberikan hasil yang sangat baik. Molekul yang dinamakan APT 199 ini mampu memblok mutasi sel kanker pada limfosit tikus.
Selain disuntikkan pada tikus, tiga pasien kanker kritis di Australia telah menjadi sukarelawan donor molekul ini. Hasilnya, cukup baik, ketiga pasien yang divonis kritis ini dalam keadaan stabil. "Hingga kini pemberian molekul ini masih dilakukan, dan ketiga pasien ini masih dalam pemantauan," ujar Cory.
"Pada dasarnya, dalam proses normal, sel ada saatnya harus mati dan ada saatnya harus tumbuh," ujar Cory dalam seminar di Kedutaan Besar Australia, Selasa, 11 Juni 2013. “Namun pada sel kanker, molekul pengontrol ini tidak bekerja.”
Cory yang juga Presiden Akademi Ilmu Pengetahuan Australia ini bersama timnya mencoba mengembangkan molekul pengontrol untuk gen kanker sejak tahun 1998. Dari hasil penelitiannya, Cory mengurangi mutasi gen kanker di limfosit atau darah, yang biasa terdapat pada pasien Leukimia.
Molekul ini membantu sel mati (apoptosis) dan tumbuh pada waktunya. "Jadi dalam keadaan normal, molekul ini bekerja sebagai ballance," ujar Professor Sangkot Marzuki, Presiden Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, pada kesempatan yang sama.
Molekul pengontrol yang merupakan molekul buatan atau sintetis ini, menurut Sangkot memberikan harapan bagi penderita kanker. Sebab penyuntikan molekul ini ke dalam sel yang memiliki gen kanker, akan menciptakan kontrol mekanisme yang baik terhadap mutasi sel. Organ akan tetap mengalami siklus pergantian dan pertumbuhan yang normal.
Sayangnya, molekul pengontrol gen kanker masih dalam uji coba tikus. Menurut Suzanne Cory, penyuntikkan molekul ini di limfosit tikus dan memberikan hasil yang sangat baik. Molekul yang dinamakan APT 199 ini mampu memblok mutasi sel kanker pada limfosit tikus.
Selain disuntikkan pada tikus, tiga pasien kanker kritis di Australia telah menjadi sukarelawan donor molekul ini. Hasilnya, cukup baik, ketiga pasien yang divonis kritis ini dalam keadaan stabil. "Hingga kini pemberian molekul ini masih dilakukan, dan ketiga pasien ini masih dalam pemantauan," ujar Cory.
Sumber : Tempo