Ada Persamaan Epilepsi dan Autisme?


Ada Persamaan Epilepsi dan Autisme?

Penelitian dari Universitas Bath, Inggris, menemukan bahwa orang dewasa penderita epilepsi memiliki ciri-ciri yang lebih tinggi terhadap autisme dan sindrom Asperger (salah satu gejala autisme yang membuat penderitanya memiliki kesulitan dalam berkomunikasi dengan lingkungannya).

Seperti dilansir dalam Daily Mail (15 Mei 2013), peneliti menemukan, epilepsi mengganggu fungsi neurologis yang mempengaruhi fungsi sosial dalam otak, sifat yang sama terlihat juga pada penderita autisme. Karakteristik ini termasuk gangguan dalam interaksi sosial dan komunikasi.


Sallyann Wakeford, seorang mahasiswa PhD di Departemen Psikologi, mengatakan ciri-ciri ini bisa menjadi 'berat' dan tidak diketahui selama bertahun-tahun. Dan, ini memiliki dampak yang besar pada kehidupan penderitanya.

Seperti dilansir dalam Daily Mail (15 Mei 2013), Dr. Wakeford mengatakan, "Masalah sosial pada penderita epilepsi begitu berat dan penelitian belum menemukan teori yang mendasari untuk menjelaskan hal ini.”

Dr. Wakeford dan rekan-rekannya menemukan bahwa semua jenis epilepsi memiliki risiko peningkatan ciri-ciri autis yang umum. Namun, pada orang dewasa, hal ini terjadi khususnya pada epilepsi lobus temporal (TLE). Para peneliti percaya, hal ini terjadi karena konsumsi obat anti-epilepsi yang seringkali kurang efektif pada penderita TLE. Ciri-ciri autis meningkat dengan adanya gejala kejang.

Dalam penelitian yang didanainya sendiri, Dr. Wakeford melakukan berbagai studi dengan relawan penderita epilepsi dan menemukan bahwa semua orang dewasa dengan epilepsi menunjukkan ciri-ciri autis. "Tidak diketahui apakah orang dewasa memiliki periode perkembangan yang khas pada masa kanak-kanak atau apakah mereka cenderung untuk memiliki ciri-ciri autis sebelum timbulnya epilepsi,” ujar Dr. Wakeford.

"Namun, apa yang diketahui adalah bahwa komponen sosial pada penderita autis dewasa dan penderita epilepsi dapat dijelaskan oleh perbedaan kognitif sosial, yang sebagian besar tidak diakui sampai sekarang."

Dr Wakeford, yang menyelesaikan penelitian ini sebagai bagian dari tesis PhD-nya, merasa yakin, temuan ini dapat berguna bagi penderita epilepsi dan autisme. Dia menambahkan, "Epilepsi memiliki sejarah stigma budaya, tapi semakin kita mengerti tentang konsekuensi psikologis epilepsi semakin kita dapat menghapus stigma itu. "Temuan ini memberikan lampu hijau bagi penderita epilepsiuntuk mendapatkan akses ke layanan yang lebih baik, karena perawatan autisme terbuka begitu luas,” tambahnya lagi.

Temuan ini disambut baik oleh Margaret Rawnsley, petugas administrasi penelitian di Yayasan Epilepsi. "Kami menyambut setiap penelitian yang bisa memberikan kita pemahaman lebih tentang epilepsi dan akhirnya meningkatkan kualitas hidup penderitanya. Penelitian ini berpotensi untuk menjadi gerbang untuk pemahaman hubungan antara epilepsi dan kondisi lain, seperti gangguan spektrum autisme," ujarnya.

Mark Lever, Chief Executive dari The National Autistic Society, mengatakan bahwa penelitian ini masih dalam review dan jadi kami berharap masyarakat tidak langsung berkesimpulan. "Di atas semua, hal yang paling penting adalah bahwa kita bekerja untuk memastikan orang dengan autisme menerima dukungan yang mereka butuhkan untuk mencapai potensi penuh mereka," ujar Lever optimis.


Sumber : Tenpo
Back to top